99 Cahaya Langit Eropa,
Judul : 99 Cahaya di Langit Eropa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Hanum Salsabila Rais, Rangga Almahendra
Kategori : Novel Islami
Tebal : 412 Halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Hanum Salsabila Rais, Rangga Almahendra
Kategori : Novel Islami
Tebal : 412 Halaman
Sinopsis
99 Cahaya di langit Eropa adalah
sebuah novel perjalanan yang ditulis oleh putri Amien Rais yang bernama Hanum
Salsabiela Rais bersama teman perjalanan sekaligus suaminya, Rangga Almahendra.
Hanum yang lahir dan menempuh pendidikan di Yogyakarta hingga mendapat gelar
Dokter Gigi dari FKG UGM ini memulai petualangan di Eropa selama tinggal di
Austria menemani sang suami, lulusan cumlaude di ITB Bandung dan UGM
(S2), menempuh beasiswa S3 dari Pemerintah Austria di Vienna.
Sepintas, novel ini terlihat seperti
novel travelling kebanyakan yang mencoba menceritakan tempat-tempat dan
bangunan indah didunia, namun setelah dibaca lebih lanjut ternyata novel
perjalanan ini menguak hal-hal yang mungkin selama ini tidak pernah kita duga,
sebagai seorang muslim.
Dengan kata lain, novel ini mencoba
menunjukkan kepada pembaca bahwa peradaban Eropa menyimpan misteri peradaban
luhur sejarah Islam, jauh sebelum agama lain masuk, tak hanya terbatas pada
Eiffel atau Colosseum belaka.
Novel ini bercerita tentang
perjalanan Hanum menjelajah Eropa yang terbagi dalam 4 bagian besar
tempat-tempat yang dikunjungi Hanum, yaitu Vienna (Wina) – Austria, Paris -
Prancis, Cordoba – Granada - Spanyol, dan Istanbul-Turki. Terselibnya cerita
pertemuan dan persahabatan Hanum dengan saudara-saudara se-Islam di tempat itu
seakan mengajak pembaca untuk turut merasakan persahabatan pun kebersamaan
selama perjalanan spiritual ini.
Wina
Magst du Schokolade
Maukah kau coklat ini?
Pada waktu itu Hanum mencoba cara
yang lebih menarik dalam berkenalan dengan seorang muslimah asal Turki yang
bernama Fatma Pasha dalam kelas bahasa Jermannya di Austria. Karena perasaan
sesama muslimah itulah yang makin mendekatkan mereka dalam persahabatan di
negara mayoritas non muslim tersebut.
Perjalanan pertama Hanum berkeliling
Wina adalah karena ajakan Fatma untuk melihat keindahan kota Wina dari atas
bukit Kahlenberg. Dari atas bukit ini, Hanum dapat melihat dengan jelas Kota
Wina seutuhnya, termasuk sebuah sungai terkenal, Donau atau Danube, yang
membelah dua Kota Wina. Tanpa dinyana oleh Hanum, ternyata di tepi Sungai
Danube itu berdiri sebuah bangunan berwarna hijau dengan kubah blenduk
dan minaret, Masjid Vienna Islamic Center – Pusat Peribadatan umat Islam
terbesar di Wina.
Di bukti inilah Hanum pertama kali
belajar memahami konsep Fatma tentang bagaimana menjadi agen muslim yang baik
di Eropa. Selain itu juga mengetahui sejarah Islam bahwa Turki pernah hampir
menguasai Eropa Barat sebelum akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan
Polandia di atas bukit Kahlenberg.
Bersama Fatma, Hanum merencanakan
mengunjungi beberapa tempat peradaban Islam di Eropa. Namun kemudian, Fatma
menghilang secara tiba-tiba sehingga rencana tersebut sulit diwujudkan.
Paris
“Percaya atau tidak, pinggiran hijab
Bunda Maria itu bertahtakan kalimat Laa Ilaaha Illallah”
Perjalanan Hanum di Paris dilakukan
bersama mualaf Muslimah Prancis, Marion Latimer, lulusan Studi Islam Abad
Pertengahan dari Universitas Sorbornne. Bersama Marion, Hanum menjelajahi
Museum Louvre dengan koleksinya yang terlengkap di dunia mencakup hasil karya
maestro-maestro dunia dan tentu saja lukisan Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci
yang sangat tersohor. Di Museum ini jualah terdapat lukisan Bunda Maria dan
Bayi Yesus dengan “penemuan” yang mengejutkan.
Tak kalah menarik adalah misteri Axe
Historique, garis lurus imajiner yang tepat membelah kota Paris dimana
bangunan-bangunan penting Paris tepat berdiri di garis tersebut (monument
Obelisk Luxor Mesir, Jalan Champs – Elysses, dan berujung di Monumen Arc de
Triomphe de l’Etoile) dalam kaitannya dengan arah Kiblat di Mekkah. Di Paris
ini juga Hanum mendapat kesempatan menunaikan ibadah sebagai seorang muslim di
Masjid Besar Paris, Le Grande Mosquee de Paris serta mengetahui sejarah Islam
lainnya di Eropa.
Cordoba dan Granada
“yang lebih penting kau harus
mengunjungi 2 tempat spesial di Eropa”
The true city of lights. Kota seribu cahaya, Cordoba. Di kota ini kita diajak oleh
Hanum dan Rangga mengunjungi The Mosque Cathedral yang berarti masjid atau
Mesquita dalam bahasa Spanyol, namun bangunan ini kini telah dialih fungsi
menjadi gereja. Dalam perjalanannya mengelilingi Mesquita dengan dipandu oleh
pensiunan tour guide mesquita, kita diajak untuk memahami lebih dalam
betapa Cordoba pernah menorehkan masa keemasan Islam.
Perjalanan dilanjutkan ke Istana Al
Hambra dengan latar belakang Pegunungan Sierra Nevada yang berwarna putih salju
di Gordoba. Istana yang diserahkan oleh Mohammad Boabdil (sultan terakhir di
Granada) kepada Isabella dan Ferdinand, the royal couple yang menorehkan
sejarah kelam bagi Islam di Spanyol.
Sebuah istana dengan tiga ruangan
berbeda yaitu benteng pertahanan Alcazaba, Pertamanan Generalife dan istana
utama The Nasrid Palace. Nasrid Palace lah yang menjadi daya tarik Al Hambra
karena menyuguhkan sebuah pemandangan menakjubkan berupa ukiran-ukiran
kalligrafi Qur’ani kayu dan dinding yang menyerupai helai-helai kain berbordir
halus dan berbelit-belit.
Istanbul
Disini, Hanum mengajak kita untuk
melihat lebih dekat tentang Hagia Sophia, sebuah bangunan yang bernasib hampir
sama dengan Mezquita di Spanyol. Musem yang pada awalnya adalah sebuah gereja
namun dialih fungsi sebagai masjid setelah kejatuhan Byzantium ke tangan Turki
Ottoman. Dilanjutkan dengan Blue Mosque, Masjid Sultan Ahmed yang berdiri tepat
di depan Hagia Sophia.
Di Istanbul pulalah, Hanum akhirnya
bertemu kembali dengan Fatma yang mengajak mereka mengunjungi Topkapi Palace.
Istana ini menggambarkan kesedarhanaan kehidupan sultan-sultan Turki serta
bangunan-bangunan asimetris yang tidak lazim dijumpai.
“Karena, menurut Sultan,
kesempurnaan itu hanya milik Allah” (hlm 350)
Perjalanan dengan Hanum, Rangga dan
Fatma di Istanbul menorehkan filosofi dan pengetahuan baru mengenai peradaban
Islam di Turki dan menguak beberapa hal yang akan membuat kita, umat muslim,
merasa bangga.
Kelebihan
Cerita yang disampaikan begitu
santai dengan bahasa yang lugas dan sederhana sehingga seakan mengajak pembaca
turut serta dalam perjalanan spiritual yang dilakukan. Penulis juga mampu
mengajak pembaca turut menggambarkan kota-kota dan bangunan yang terdapat pada
perjalanan spiritual tersebut.
Manfaat
Memberikan pengetahuan kepada setiap
pembaca tentang Eropa, selain keindahan dan kemegahan bangunan yang terkenal.
Dengan membaca novel ini kita dapat
mengetahui perkembangan dan sejarah Islam di Eropa sehingga dapat menjadi
agenda wajib apabila kita diberi kesempatan (Insha Allah) untuk menginjakkan
kaki kesana.
Beberapa kalimat Hanum yang begitu 'indah'
menurut saya:
“Hakikat sebuah perjalanan
bukanlah sekedar menikmati keindahan dari satu tempat ke tempat lain. Bukan
sekedar mengagumi dan menemukan tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya
semurah-murahnya. Makna sebuah perjalanan harus lebih besar dari itu.
Perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi,
memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan.” (hlm 6-7)
Aku bisa menganalogikan semua ibadah
yang kulakukan sebagai premi yang harus kubayarkan kepada Tuhan. Agar aku
merasa tenang dan damai.
Sejauh-jauhnya orang terhadap agama,
pada akhirnya dia tak akan sanggup menjauhkan Tuhan dari hatinya. Meski pikiran
dan mulutnya bisa mengingkari-Nya, ruh dan sanubari manusia tidak akan pernah
sanggup berbohong. (hlm. 137)
Ya, seperti itulah seharusnya suatu
perjalanan, menurut saya sebagai seorang Muslim, perjalanan akan dapat kita
rasakan manfaatnya ketika keimanan kita bertambah dengan melihat kebesaran
Allah swt.